Meneladani Kehidupan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (Bag. 2)
Baca pembahasan sebelumnya Meneladani Kehidupan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (Bag. 1)
Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,
Proses penyembelihan
Allah Ta’ala berfirman,
فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ
“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).” (QS. Ash-Shaffaat: 103)
Ketegaran saat dieksekusi
Jangankan remaja, seseorang yang sudah dewasa sekalipun, banyak yang ketika memiliki rencana lalu datanglah waktu pelaksanaannya, tiba-tiba dia berpikir untuk membatalkannya, karena terbayang beratnya tantangannya.
Namun, sosok remaja tegar Ismail, dengan istikamah berserah diri kepada Allah semata dan siap dibaringkan untuk disembelih. Tanpa sedikit pun terbesit untuk mengurungkan niatnya, padahal saat itu harus berhadapan dengan tajamnya pisau dan merasa sebentar lagi akan berpisah dengan ayahandanya. Allahu Akbar!
Allah Ta’ala berfirman,
وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ
“Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim!`”
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
“Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. Ash-Shaffaat: 104-106)
Pujian kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
Dalam kondisi yang mencekam, hanya tinggal digerakkan saja pisau di leher sang putra, lalu darah segar akan memancar, tiba-tiba Allah memanggil beliau. Allah menyerukan bahwa beliau telah benar-benar patuh totalitas kepada-Nya semata dengan membenarkan dan melaksanakan tuntutan wahyu berupa mimpi, dan mendahulukan rida-Nya daripada hawa nafsunya. Maka, Allah kabarkan ganjaran pahala baginya yang telah menyempurnakan peribadahan kepada-Nya, sehingga layak disebut sebagai “muhsin”.
Baca Juga: Bagaimanakah Al-Quran Turun kepada Nabi Muhammad?
Hikmah-hikmah perintah penyembelihan
Ayat yang agung ini menunjukkan hikmah perintah penyembelihan adalah sebagai ujian keimanan dari Allah Ta’ala. Wallahi, ini benar-benar ujian yang membuktikan kesempurnaan tauhid, keikhlasan, iman, peribadahan Nabi Ibrahim dan putranya ‘alahimas salam kepada Allah, serta untuk mengangkat derajat keduanya.
Ujian yang super berat karena Nabi Ibrahim ‘alaihis salam sudah menunggu kelahiran Ismail selama 86 tahun. Ketika lahir, beliau dididik dengan pendidikan terbaik sehingga menjadi anak yang benar-benar saleh. Lalu, tiba-tiba diperintahkan untuk menyembelihnya. Lebih berat lagi terasa ujian tersebut bahwa yang diperintahkan menyembelih adalah beliau sendiri. Allahu Akbar!
Bandingkan dengan ujian harta berupa syari’at berkurban di hari Iduladha. Tentunya jauh lebih ringan. Itu pun mungkin banyak yang mampu, namun tidak berkurban.
Pelajaran penting
Intinya bukan pada jenis ujian keluarga, namun pada kelulusannya!
Seberat apapun ujian keluarga yang kita hadapi, berhusnuzanlah kepada Allah. Siapa tahu meski berat ujian kita, namun Allah tolong kita sehingga kita lulus ujian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إن العبد إذا سبقت له من الله منزلة فلم يبلغها بعمل ؛ ابتلاه الله في جسده أو ماله أو في ولده ، ثم صبر على ذلك حتى يبلغه المنزلة التي سبقت له من الله عز وجل
“Sesungguhnya seorang hamba ketika ditentukan untuknya (anugerah) kedudukan (tinggi) dari Allah, padahal amalan(nya) tidak bisa mencapainya, maka Allah mengujinya pada badannya, hartanya, atau anaknya. Kemudian ia mampu bersabar menghadapinya sehingga hal itu menyampaikannya kepada (anugerah) kedudukan (tinggi) dari Allah ‘Azza wa Jalla yang telah ditentukan untuknya.” (Shahih Targhib, Shahih lighairihi)
Balasan sejenis amalan dan balasan lebih besar dari amalan
Allah berfirman,
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ
“Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.”
سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ
”Selamat sejahtera bagi Ibrahim.”
كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
“Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِيْنَ
“Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”
وَبَشَّرْنٰهُ بِاِسْحٰقَ نَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ
“Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishak, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.”
وَبٰرَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلٰٓى اِسْحٰقَۗ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَّظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ مُبِيْنٌ ࣖ
“Dan Kami limpahkan keberkahan kepadanya dan kepada Ishak. Dan di antara keturunan keduanya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang terang-terangan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (QS. Ash-Shaffaat: 107-113)
Baca Juga: Derajat Hadits Nabi Mencium Istrinya Lalu Tidak Wudhu Lagi
Buah keberhasilan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il ‘alaihimas salam melewati ujian keimanan besar
Balasan sejenis amalan dan balasan lebih besar dari amalan. Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il ‘alaihimas salam mendapat balasan berupa:
Pertama: Peristiwa ujian beliau berdua ini disebutkan dalam Al-Qur’an Al-Karim, bahkan dibaca ayat-ayatnya sampai mendekati hari kiamat.
Kedua: Peristiwa tersebut menjadi salah satu hikmah disyari’atkannya ibadah kurban di hari raya Iduladha. Sehingga kaum muslimin di seluruh penjuru dunia mengenang dan meneladani pengorbanan beliau berdua. Ini karena Allah berkahi amal saleh beliau berdua yang dilakukan dengan ikhlas dan sesuai perintah Allah, dengan keberkahan yang sangat besar dan pengaruh baik sampai hari Kiamat. Amal saleh beliau berdua itu umurnya panjang dan pengaruhnya meluas.
Ketiga: Allah ganti ketaatan dan ketundukan beliau berdua kepada Allah semata dengan segera, saat itu juga dengan seekor sembelihan yang besar.
Keempat: Pada ayat yang ke-111, Allah tambahkan ganjaran amal saleh beliau berdua dengan anugerah putra Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berikutnya, yaitu Nabi Ishak ‘alaihis salam. Bukan hanya itu saja, Allah berkahi keturunan Nabi Isma’il ‘alaihis salam sehingga di antara mereka ada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Allah berkahi keturunan Nabi Ishak ‘alaihis salam. Sehingga di antara mereka ada Nabi Yakub dan Nabi Yusuf ‘alaihimas salam. Bahkan, dari keturunan Nabi Ishak ‘alaihis salam-lah kebanyakan para nabi terlahir ‘alahimus salam.
Bukan hanya itu, Allah berkahi dari keturunan dua putra Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, yaitu Nabi Ishaq ‘alaihis salam dan Nabi Isma’il ‘alaihis salam. Terlahir dari keturunan beliau tiga umat besar, yaitu: bangsa Arab dari keturunan Nabi Isma’il ‘alaihis salam, Bani Israil, serta bangsa Rum dari keturunan Nabi Ishak ‘alaihis salam.
Semua itu buah manis dari kesabaran, ketabahan, ketegaran, ketaatan, ketundukan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, dan Nabi Isma’il ‘alaihis salam di dunia. Bagaimana lagi ganjaran di akhirat? Padahal, akhirat itu lebih baik dan lebih kekal daripada dunia. Allah Ta’ala berfirman,
وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ
“Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la : 17)
Wallahu a’lam.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
[Selesai]
Baca Juga:
- Alasan Khadijah Tidak Dipoligami oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Nabi Lebih Mulia daripada Wali
***
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel asli: https://muslim.or.id/77103-meneladani-kehidupan-nabi-ibrahim-dan-nabi-ismail-bag-2.html